Konten Negatif di Media Sosial: Kerikil Tajam dalam Pembinaan Kebahasaan pada Anak

James Bridle, seorang penulis sekaligus seniman pemerhati teknologi dan budaya, menyampaikan keresahannya terhadap permasalahan dunia terkait konten-konten tidak ramah anak yang tersebar di media sosial. Dalam salah satu episode TED Talks, “The Nightmare Videos of Children’s YouTube – and What’s Wrong With The Internet Today”, ia bercerita tentang ketidakteraturan algoritma yang mengantarkan anak bertemu dengan konten-konten tidak sesuai umur, meskipun dibalut dengan karakter kartun, animasi, atau video berwarna menarik lainnya. Fenomena seperti ini cukup mengkhawatirkan karena tidak hanya memengaruhi perilaku anak, tetapi juga cara berbahasa.

Kekhawatiran James Bridle sebenarnya sangat beralasan, khususnya di era media sosial saat ini. Tidak dapat dimungkiri, penyebaran konten melalui media sosial terjadi secara masif. Kecepatan internet kini telah menyaingi kecepatan cahaya, maka tidak heran jika konten-konten tersebut diterima dengan sangat cepat. Akan tetapi, tidak semua konten berdampak positif. Ada banyak konten yang memberikan dampak negatif bagi audiensnya karena mengandung kekerasan ataupun kebencian. Oleh karena itu, kemampuan berliterasi sangat penting untuk kita miliki agar kita mampu selektif memilih konten-konten yang bermanfaat.

Sisi yang juga tidak boleh luput dari perhatian adalah tentang penggunaan gawai. Tidak semua pengguna gawai adalah orang dewasa yang diasumsikan sudah memiliki kemampuan untuk menyaring konten-konten yang ia terima. Kemudahan akses terhadap teknologi membuat gawai dan internet sangat dekat dengan anak-anak. Sayangnya, algoritma media sosial tidak dapat menyaring konten-konten yang akan didistribusikan, layaknya pukat yang menjaring semua ikan yang lewat.

Salah satu contoh konten yang memberikan dampak negatif adalah serial animasi yang baru-baru ini ramai di media sosial, yaitu serial animasi fantasi yang menampilkan pasukan toilet. Serial yang pertama kali dipublikasikan pada Februari 2023 melalui kanal YouTube itu memperlihatkan juluran kepala seorang pria yang keluar dari sebuah kloset. Karakter pada serial tersebut tidak hanya ditampilkan dalam visualisasi yang menakutkan sekaligus menjijikkan, tetapi juga tutur kata yang kacau-balau dengan intonasi yang menyeramkan. Melalui kanal media sosial lain, akan mudah ditemukan bahwa anak-anak telah meniru gerakan animasi tersebut, mulai dari berjongkok, memutar kepala, hingga menggerakkan mata sambil menyanyikan lagu-lagu tak beraturan. Kata-kata nyeleneh yang digunakan oleh anak-anak setelah menonton serial tersebut perlu menjadi perhatian terkait cara berbahasa anak.

Dari perspektif behaviorism atau aliran perilaku, pemerolehan bahasa bergantung pada lingkungan. Seorang anak ibarat kertas kosong yang akan terisi berdasarkan apa yang terjadi di sekitarnya. Lingkungan berperan penting dalam memberikan stimulus kebahasaan pada seorang anak, apalagi anak adalah imitator alami terhadap apa pun yang ia dengar dan lihat, terlepas dari hal itu baik atau buruk.

Anak yang sering terpapar oleh konten-konten yang tidak sesuai umur, apalagi yang mengandung kata kasar dan penyimpangan makna, akan meniru dan cenderung berbahasa yang tidak wajar dan kurang santun. Padahal, menurut Hafidz Muksin, Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), dalam seminar Perpustakaan sebagai Pusat Literasi Menuju Gerbang Dunia, kesantunan berbahasa adalah aspek penting karena berkaitan dengan menciptakan sumber daya manusia yang unggul, yaitu pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Konten-konten yang berpotensi menimbulkan bahaya dan tanpa sadar diterima oleh anak masih menjadi kerikil tajam yang menantang dalam proses pembinaan anak-anak untuk menjadi pribadi yang unggul. Akan tetapi, sangat sulit bagi kita untuk membendung konten-konten tersebut dari jangkauan anak ketika pergerakan informasi terjadi begitu pesat. Di sisi lain, penggunaan gawai dan internet oleh anak-anak adalah hal penting untuk membentuk pribadi yang mampu beradaptasi dengan zaman. Hal itu merupakan sebuah dilema yang harus menjadi perhatian bersama.

Urun Daya Membangun Masa Depan Bangsa

It takes a village to raise a child.”

Butuh satu desa untuk membesarkan satu anak manusia. Adagium tersebut sering kita dengar dalam ranah pendidikan. Proses merawat seorang anak tidak dapat dilakukan sendirian. Butuh atensi dari segala lini, bukan hanya yang bersifat domestik, melainkan juga sistemik.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi  telah menaruh perhatian terhadap proses pembentukan kualitas seorang anak melalui platform Merdeka Belajar. Hal ini menyelaraskan salah satu dari sembilan prioritas pembangunan Indonesia atau Nawacita, yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Melalui Merdeka Belajar, diharapkan Indonesia mampu melahirkan SDM unggulan yang memiliki profil pelajar Pancasila.

Dikutip dari rencana kerja Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa tahun 2020—2024, salah satu aspek pembentuk kualitas SDM yang unggul adalah peningkatan kompetensi berbahasa. Oleh karena itu, pembinaan kualitas manusia di Indonesia harus melibatkan aspek kebahasaan. Kesantunan berbahasa saat ini harus menjadi sorotan bersama.

Melimpahnya konten-konten yang tidak layak dikonsumsi anak-anak menjadi tantangan dunia. Ketiadaan batas membuat konten tersebut bisa diakses dari mana saja, termasuk saat audiens dan pembuat konten berbeda benua. Akan tetapi, Indonesia sepertinya harus berupaya lebih giat untuk mereduksi permasalahan ini karena pada tahun 2021, Badan Pusat Statistik mencatat sebanyak 88,99% anak usia 5 tahun ke atas menggunakan internet untuk mengakses media sosial dan sebanyak 63,08% menggunakannya untuk menemukan hiburan. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya bersama untuk melindungi anak-anak dari gempuran konten negatif di media sosial.

Generasi Muda Sebagai Kreator Konten

Pembuatan konten di media sosial saat ini cukup berpeluang untuk menjadi ladang penghasilan. Oleh karena itu, sangat wajar apabila banyak orang berbondong-bondong bermigrasi membangun hidupnya dengan menjadi kreator atau pembuat konten. Di Indonesia, saat ini kreator konten didominasi oleh generasi muda dalam rentang usia 18—35 tahun. Akan tetapi, sisi yang harus diwaspadai adalah tidak semua kreator konten bijaksana dalam memproduksi konten.

Mari kita lihat konten-konten siaran langsung saat bermain permainan daring! Dalam permasalahan tersebut, yang menjadi sorotan bukanlah jenis kontennya, melainkan tutur bahasa yang digunakan oleh penyiarnya. Dalam beberapa konten sejenis, umum ditemukan penggunaan kata-kata kasar, umpatan, bahkan ledekan yang menyinggung unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Akan tetapi, penggunaan kata-kata yang kurang pantas tersebut dinilai dapat menarik lebih banyak penonton daripada cara berbahasa yang santun sehingga membuat beberapa kreator konten mempertahankan gaya berbahasa tersebut. Di luar intensi tersebut, rasanya tetap tidak bijaksana untuk menyebarkan cara bertutur kata yang tidak santun di media sosial, terutama yang banyak diakses oleh anak-anak.

Apabila kita perhatikan, mayoritas penonton konten tersebut adalah anak-anak di bawah umur. Alhasil, anak-anak meniru cara berbahasa penyedia konten yang tidak santun tanpa membedakan kepada siapa dirinya berbicara. Padahal, kecakapan berbahasa adalah cerminan intelektualitas seseorang. Sangat disayangkan apabila perkembangan anak dalam usia emas harus terhambat dengan konten-konten yang belum layak mereka konsumsi. Oleh karena itu, generasi muda sebagai mayoritas penyedia konten hendaknya lebih bijaksana dalam memproduksi konten di media sosial.

Konten Animasi Ramah Anak

Nyatanya, serial animasi yang sarat akan nilai-nilai edukatif juga telah bertebaran di media sosial. Di Indonesia, beberapa kanal seperti Diva The Series, Dongeng Si Kecil, dan Nussa Official turut berkontribusi memperkaya khazanah pengetahuan anak. Badan Bahasa juga turut serta dalam upaya tersebut dengan membuat konten-konten melalui tayangan YouTube, seperti “Dunia Glen”, “Petualangan Glen dan Bina”, dan serial “Petualangan Glen dan Bina Bersama Cican” dengan muatan pembinaan literasi dan numerasi. Tidak hanya itu, kolaborasi bersama para profesional, pelajar, dan berbagai institusi untuk menghasilkan 32 serial animasi sebagai cara pemodernan karya sastra yang dapat dinikmati anak-anak menunjukkan komitmen Badan Bahasa dalam mengasah kualitas seorang anak.

Sebagai salah satu generasi muda yang memiliki andil di media sosial, Duta Bahasa Provinsi Lampung juga menyelaraskan program dengan komitmen Badan Bahasa melalui konten animasi “Ika dan Duba”. Konten animasi ini merupakan pengembangan dari tokoh Ika dan Duba, boneka tangan yang sukses menarik perhatian anak-anak dalam berbagai kegiatan Duta Bahasa Provinsi Lampung. Potensi sejak awal diluncurkannya Ika dan Duba pada tahun 2022 silam serta temuan terkait maraknya konten di media sosial yang tidak pantas diterima anak-anak menjadi pemantik duta bahasa untuk mentransformasikan kedua tokoh tersebut dalam bentuk animasi. Animasi Ika dan Duba dibuat dengan konsep yang menarik bagi anak-anak. Konten yang telah ada saat ini berisi pembelajaran bahasa Lampung. Animasi Ika dan Duba diharapkan menjadi produk yang dapat menginspirasi pembuatan konten-konten ramah anak lainnya untuk menjaga ekosistem edukatif di media sosial. Kedepannya, duta bahasa akan terus mengembangkan serial Ika dan Duba dengan merilis episode-episode lainnya guna berkontribusi dalam menghasilkan konten-konten yang bermanfaat bagi anak.

Sejatinya, upaya memerangi konten yang negatif bagi anak telah dilakukan. Pemangku kebijakan dan elemennya telah berupaya melalui kebijakan yang mereka canangkan, mulai dari kurikulum yang berfokus pada kualitas individu dengan nilai-nilai Pancasila hingga menciptakan produk saingan berupa animasi-animasi yang sesuai dengan usia anak. Dari sisi domestik, para orang tua sudah berupaya membatasi cakupan konten bagi anak-anak mereka, mulai dari membuat akun keluarga, menggunakan fitur pembatasan usia untuk menyaring konten yang masuk, hingga berlangganan saluran yang menyediakan konten khusus anak. Meskipun demikian, upaya tersebut masih belum berdampak secara maksimal. Konten-konten edukatif yang tersedia belum menjamin anak terbebas dari paparan yang kurang pantas. Oleh karena itu, diperlukan peran generasi muda untuk bersama-sama memerangi konten negatif bagi anak-anak.

Generasi muda sebagai mayoritas pengguna media sosial sudah selayaknya menjadi garda terdepan dalam menciptakan iklim konten yang ramah anak. Sebagai bagian dari masyarakat, generasi muda harus sadar bahwa apa pun yang dilakukan akan memberikan dampak signifikan bagi lingkungan sekitar. Oleh karena itu, kita perlu lebih banyak membagikan konten positif yang tidak berpotensi membahayakan perkembangan anak. Mari bersama-sama menciptakan lingkungan media sosial yang apik dan setiap elemennya tertata dengan baik untuk mewujudkan anak-anak berkualitas unggul dan berbahasa santun demi kemajuan bangsa Indonesia!

 

Yogi Era Reforma, S.Pd., Rifa Nabilah Putri, Duta Bahasa Provinsi Lampung 2023.

 

 

Referensi:

Badan Pusat Statistik. (2022). Statistik Telekomunikasi Indonesia 2021. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2020. Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2020—2024. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2022, 16 September). Wujudkan Profil Pelajar Pancasila melalui Bahasa Santun. Diakses pada 1 September 2023. https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2022/09/wujudkan-profil-pelajar-pancasila-melalui-bahasa-santun.

Stanford Encyclopedia of Philosophy. (2023, 13 Januari). Behaviorism. Diakses pada 5 September 2023.  https://plato.stanford.edu/entries/behaviorism/?utm_source=&utm_campaign=https%3A%2F%2Fwww.eduflow.com%2Fblog%2Fwhat-is-collaborative-learning-why-does-it-matter&utm_medium=utm_append_script.

YouTube. (2023, 23 Agustus). Petualangan Ika Duba. Diakses pada 4 September 2023. https://www.youtube.com/watch?v=7eU7H5jGshA

YouTube. (2023, Februari). Skibidi Toilet Series. Diakses pada 3 September 2023. https://www.youtube.com/playlist?list=PL-ZXraMeHBPJHXBhrNowJaQslyqtUg-tZ

YouTube. (2018, 13 Juli). The nightmare videos of childrens’ YouTube — and what’s wrong with the internet today | James Bridle. Diakses pada 4 September 2023. https://www.youtube.com/watch?v=v9EKV2nSU8w.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Kirim pesan
1
Butuh bantuan?
Layanan Kantor Bahasa Provinsi Lampung
Halo, Selamat datang di layanan Kantor Bahasa Provinsi Lampung! (Waktu layanan Senin-Jumat pukul 09.00-15.00)